Halal Bihalal Ponpes Assholach, Belajar Filosofi Ular dan Ulat

oleh | Selasa, 17 Mei 2022

Seluruh guru dan staff pendidik di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Assholach Kejeron melakukan halal bihalal bersama seluruh peserta didik di halaman Pondok Pesantren Assholach pada hari Selasa 17 Mei 2022. Halal bi halal ini merupakan kegiatan rutin yang di laksanakan oleh Pondok Pesantren Assholach setelah liburan Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Kegiatan Halal bihalal ini di mulai dengan sambutan oleh kepala Madrasah Aliyah Assholach Dr. Ahmad Adip Muhdi, M.H.I, kemudian dilanjutkan dengan tausyiah singkat oleh Pengasuh Pondok Pesantren Assholach Gus Luthfil Hakim dan diakhiri dengan salam-salaman kepada seluruh siswa dan guru.

Dalam sambutannya, kepala MA Assholach mengucapkan permohonan maaf mewakili guru-guru kepada para siswa, serta beliau juga berpesan untuk tetap menjaga silaturrahmi sesama warga Assholach.

“Tujuannya guna menumbuhkan rasa kebersamaan, melalui kegiatan halal bihalal juga dinilai dapat menjadi momentum penyempurna amal ibadah dibulan yang fitri. Kita berharap kegiatan ini dapat terus dilaksanakan dan tidak hanya sekedar menjadi kegiatan se-cermonial semata”, ungkapnya

Pak Adip mengajak seluruh warga Assholach untuk kembali berkativitas belajar dengan membawa semangat dan energi terbarukan. Oleh karenanya seluruh warga Assholach harus dapat bersama dalam mewujudkannya. Kembalinya jiwa raga yang fitri harus dapat memotivasi diri untuk memberikan yang terbaik.

Secara sunnatullah yang berpuasa sesungguhnya tidak hanya orang mukmin saja. Beberapa jenis makhluk hidup melakukan puasa juga sebelum mendapatkan kualitas dan kelangsungan hidupnya. Banyak contoh, misalnya puasanya ulat dan ular. Hal tersebut dikemukakan Gus Luthfi saat memberikan tausiyah.

Gus Luthfi berpesan agar dapat mengambil kebaikan dari ibrah (pelajaran) yang diberikan Allah melalui binatang. “Di antara sekian banyak puasa hewan yang dapat kita ambil pelajaran agar puasa kita mencapai derajat taqwa, ialah puasanya ULAR dan puasanya ULAT,” ungkapnya.

Agar ular mampu menjaga kelangsungan hidupnya, salah satu yang harus dilakukan adalah harus mengganti kulitnya secara berkala. Namun tidak serta merta ular bisa menanggalkan kulit lama. Ia harus berpuasa tanpa makan dalam kurun waktu tertentu. Setelah puasanya tunai, kulit luar terlepas dan muncullah kulit baru.

“Dari puasa ular kita dapat melihat bahwa wajah ular sebelum dan sesudah puasa tetap sama. Nama ular sebelum dan sesudah puasa tetap sama yakni ular. Makanan ular sebelum dan sesudah puasa tetap sama, cara bergerak sebelum dan sesudah puasa tetap sama. Tabiat dan sifat sebelum dan sesudah puasa juga tetap sama,” ungkapnya.

Sedangkan ulat yang berhasil puasa dalam masa kepompong akan berubah wujud menjadi kupu-kupu yang indah yang sama sekali berbeda bentuknya, cara bergeraknya, jenis makanan dan cara makannya, hingga perilaku lainnya, lanjutnya.

“Ibroh dari puasanya ulat, wajah ulat sesudah puasa berubah menjadi lebih indah. Nama ulat sesudah puasa berubah menjadi Kupu-kupu. Makannya ulat sesudah puasa berubah menjadi indah. Ketika masih jadi ulat menjadi perusak alam, begitu menjadi kupu-kupu menghidupkan dan membantu kelangsungan kehidupan tumbuhan dengan cara membantu penyerbukan bunga,” jelasnya.

Menurutnya, dari dua telaah tersebut dapat ditarik sebuah pelajaran yang dapat diambil oleh manusia khususnya umat Islam yang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan ini.

Umat Islam yang telah selesai menjalankan ibadah puasa, bisa jadi ada yang serupa dengan filosofi ular dan ada juga yang serupa dengan filosofi ulat. 

Setelah berpuasa ada umat Islam yang tidak mengalami perubahan sikap dan perilaku, serta karakter sama sekali seperti sebelumnya. Tetapi ada juga sebagian umat Islam yang mengalami perubahan sikap dan perilaku, serta karakter sebagaimana yang diharapkan.

Sebagian umat Islam, sebelum menjalankan ibadah puasa mungkin ada yang memiliki sikap dan perilaku, serta karakter yang kurang baik. Setelah menjalankan ibadah puasa pun ternyata tetap tidak berubah. Sifat rakus, tamak, angkuh, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya tidak hilang dari dirinya.

Akan tetapi ada juga sebagian umat Islam yang mengalami perubahan sikap dan perilaku, serta karakter setelah menjalankan ibadah puasa. Mereka yang asalnya memiliki sifat rakus, tamak, angkuh, dengki, dan sifat-sifat buruk lainnya berubah, berganti menjadi sifat baik yang sebaliknya. Itulah efek sesungguhnya yang diharapkan pasca menjalankan ibadah puasa.

“Puasa Ramadan diharapkan memberikan manfaat yang baik kepada yang melaksanakannnya, baik untuk pahala di akhirat maupun menjadikan manusia taqwa yang memberi manfaat kepada orang lain”, pungkasnya.

Bagikan artikel ini ke :